Ratusan juta orang berisiko mengalami kelaparan parah dalam beberapa bulan mendatang seiring dengan meningkatnya kemiskinan ekstrem, ketidaksetaraan, dan kerawanan pangan, demikian diperingatkan Komite Palang Merah Internasional (International Committee of the Red Cross/ICRC) pada Selasa (12/7).
Konflik di Ukraina turut mendorong lonjakan tajam harga bahan bakar, pupuk, dan makanan, yang menekan anggaran rumah tangga dan memaksa banyak keluarga mengambil pilihan mustahil setiap harinya, kata ICRC dalam sebuah konferensi pers.
Setelah melewati perang saudara selama bertahun-tahun, lebih dari 16 juta warga atau 50 persen lebih populasi di Yaman mengalami kerawanan pangan akut.
Bahkan sebelum eskalasi konflik bersenjata di Ukraina, 90 persen penduduk Suriah hidup dalam kemiskinan, dua pertiganya bergantung pada bantuan kemanusiaan, dan 55 persen mengalami rawan pangan, papar ICRC.
Sejumlah negara di kawasan Sahel juga mengalami salah satu kekeringan terparah dalam beberapa dekade. Hasil pangan di Niger dan Mauritania tercatat 40 persen lebih sedikit dibandingkan rata-rata lima tahunan.
ICRC mengutip Program Pangan Dunia (WFP) yang memperkirakan bahwa tambahan 47 juta orang akan mengalami kerawanan pangan pada 2022, sehingga jumlahnya menjadi 811 juta orang secara global.
“Situasinya mendesak, dan rentang waktu yang tersisa untuk bertindak semakin menyempit. Tanpa upaya bersama dan kolaboratif, ini berisiko menjadi krisis kemanusiaan yang tidak dapat diubah, dengan korban manusia yang tak terbayangkan banyaknya,” kata Direktur Jenderal ICRC Robert Mardini.